Vaksinasi, Kompetitor Terbesar Zoom?
Saya teringat pertama kali saat saya berkenalan dengan Zoom, tahun 2017.
Waktu itu saya bergabung dalam komunitas digital yang setiap ada acara di luar kota, atau di mana pun, kita tetap bisa mengikutinya melalui Zoom.
Ya, sebuah aplikasi tatap muka online dengan fitur yang cukup baik pada saat itu.
Jauh lebih terkenal dari aplikasi lain pada saat itu seperti Skype dan Google Hangout.
Entah kenapa di otak saya, atau kami semua dalam komunitas itu, saat ada video conferencing, maka Zoom adalah satu satunya pilihan.
Tanpa diduga, tahun 2020 menjadi titik puncak pencapaian Zoom saat semua orang terpaksa untuk berinteraksi secara online dari rumah.
Tahun 2019, Zoom masih mengumpulkan pemasukan sebesar 623 juta dollar, namun di tahun 2020 2,6 Miliar dolar pun tanpa diduga bisa nangkring di rekeningnya.
Entah mimpi apa Om Eric Yuan sampai perusahaannya bisa mendapatkan revenue beberapa kali lipat, hanya dalam waktu setahun.
Thanks to COVID?
Saat semua bisnis mengalami struggle, bahkan harus menutup usahanya dan mengumumkan kerugian, Zoom jelas sekali berbeda.
Mereka justru berada di puncak pencapaiannya selama hampir 9 tahun sejak mereka memulai bisnisnya tahun 2011.
Mungkin kalau Eric ditanya “apakah Anda mau pandemi ini berakhir?” saya rasa jawabannya “belum, tunggu dulu”.
Ha ha ha
COVID-19 membuat hampir semua orang harus tetap berada di rumah, dan mengurangi mobilitas.
Sehingga beberapa aktifitas harus dikonversi menjadi sebuah aktifitas digital untuk menanggulanginya.
Tugas diganti dengan email, kantor diganti dengan project management software, jualan diganti dengan iklan, dan tentunya meeting yang harus diganti dengan video conferencing.

Zoom menjadi salah satu perusahaan yang mendapatkan keuntungan cukup signifikan dari pandemi ini.
Namun tentunya semua orang ingin kembali beraktifitas seperti biasa.
Mereka tidak ingin selamanya berinteraksi secara online seperti ini.
Bagaimana dengan Zoom?
Apakah nasib juga akan menyudahi keromantisan ini?
Zoom Fatigue
Kemudahan melakukan pertemuan online seperti Zoom dan beberapa software lainnya membuat akhirnya semua orang berorientasi pada video call.
Ketidak percayaan perusahaan kepada para karyawannya mungkin harus mendorong semua staff harus stand by pada saat meeting zoom selama beberapa kali dalam sehari.
Ya, memang merubah kebiasaan memberikan instruksi dan berdikusi langsung menjadi tak langsung sangat sulit.
Komunikasi asyncronous memang menjadi tantangan terbesar bagi semua pekerja remote, tentang bagaimana menyampaikan pesan seefisien mungkin melalui tulisan.
Akhirnya kita semua lelah dengan Zoom.

Aktifitas Zoom meeting seolah kehilangan glorifikasinya, bahkan ada kecenderungan untuk menghindarinya.
Zoom Fatigue, begitu lah para peneliti menyebutnya.
Sebuah kelelahan yang datang karena berada di depan monitor, video call (mungkin dengan Zoom) dalam waktu yang lama.
Bahkan pada kondisi tertentu bisa menyebabkan stress dengan penanganan serius.
Vaksinasi untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity) seolah menjadi jawaban terhadap Zoom Fatigue ini.
Semua orang akhirnya berbondong-bondong, bahkan rela mengantri panjang untuk mendapatkan vaksinasi ini.
Selain karena agar bisa masuk mall, vaksinasi ini lah yang sepertinya menjadi kunci menuju pintu keluar dari trend work from home yang sepertinya tidak kunjung berkesudahan.
Vaksinasi vs Zoom
Penantian panjang kita untuk bisa kembali beraktifitas seperti dulu lagi kini mulai terlihat ujungnya.
Vaksinasi seolah menjadi jawaban penantian kita untuk bisa berkumpul kembali dan beraktifitas sebagaimana biasanya, jauh sebelum adanya COVID-19 ini.
Dengan vaksinasi, tubuh kita diharapkan memiliki kekebalan tubuh terhadap virus SARS-CoV-2 dan akhirnya virus tersebut tidak lagi menjadi penyebab wabah.
Dan benar saja, di beberapa negara, angka infeksi virus ini sudah mulai rendah, bahkan mungkin nyaris tidak ada, dan masyarakatnya sudah beraktifitas seperti biasa.
Kantor-kantor kini mulai terisi kembali, warung kopi mulai ramai kembali, dan tentunya meeting ‘konvensional’ juga bisa segera diselenggarakan kembali.

Bagaimana dengan meeting virtual? Apakah artinya Zoom akan ditinggalkan?
Menurut laporan dari NASDAQ, valuasi Zoom belakangan ini turun cukup signifikan :

Setelah mencapai titik puncak (peak point) pada pertengahan bulan Oktober 2020, dan (saat tulisan ini dibuat) nyaris mengalami penurunan hingga lebih dari 50%.
Pernyataan dari CFO Zoom pun menerangkan hal yang demikian :
“We are happy people feel more comfortable out and traveling, but that’s really why we’re seeing the slowdown”
Apakah karena vaksinasi?
Mohon maaf, saya tidak menemukan analisis yang menyatakan demikian.
Dan menurut saya, Zoom bukannya jatuh, dia hanya mengalami perlambatan saja, persis setelah mencapai titik puncaknya tahun lalu.
Share stock untuk Zoom pada NASDAQ juga bukan gambaran dari kondisi yang sebenarnya terjadi di internal Zoom.
Itu hanya gambaran dari ekspektasi market terhadap aplikasi video call ini.
Lebih dari itu, masih dari sumber yang sama Eric Yuan justru tetap optimis dengan strategi barunya yaitu untuk meningkatkan fitur tertentu dengan mengambil peluang dari perusahaan yang sudah terbiasa hybrid.
Hybrid di sini artinya kombinasi antara bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah.
Konsep Hybrid ini juga cukup baik, terlebih kalau Anda bekerja di perusahaan remote, yang tentunya memiliki tim di banyak tempat di seluruh dunia, sehingga kombinasi offline-online working ini menjadi lebih ideal.
Zoom melihat ini sebagai peluang, dan mereka akan memutar haluannya untuk mentarget perusahaan perusahaan yang sudah terbiasa dengan bekerja remote, namun tetap perlu untuk bertatap muka.
Zoom tidak sendiri
Beberapa perusahaan juga sempat mengalami romantisme seperti apa yang Zoom rasakan, salah satunya yaitu Peloton.
Sebuah perusahaan yang menjual peralatan gym, sehingga Anda bisa melakukan gym di rumah, mengingat tempat gym terbuka ditutup.
Setelah mengalami titik puncaknya tahun lalu, tahun ini Peloton mengalami penurunan yang sama seperti Zoom :

Walaupun secara trend tetap terselamatkan selama beberapa bulan terakhir, namun jurang yang dalam pada awal Mei 2021 menjadi tanda sentimen market terhadap keberlangsungan perusahaan ini setelah vaksinasi.
Seperti Eric Yuan, Peloton tidak tinggal diam meratapi nasibnya, pada bulan yang sama, Mei 2021, Peloton menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan seperti UnitedHealthcare.
Bahkan Peloton berinisiatif untuk menyediakan peralatan Zoom di kantor kantor, sehingga kebiasaan gym selama bekerja di rumah tidak tenggelam begitu saja dengan tugas kantor yang menumpuk.
Resilience
Berbicara tentang bisnis maka kita akan selalu bersinggungan dengan prediksi atau mungkin proyeksi.
Sesuatu yang sifatnya tidak ada di depan wajah kita, sesuatu yang tidak bisa kita rasakan secara langsung, namun tetap bisa diperhitungkan.
Ya, walaupun kadang sesekali perhitungan kita meleset atau ada faktor X yang sama sekali kita tidak tahu darimana datangnya.
Sebagaimana COVID-19 ini yang sama sekali berada di luar ekspektasi siapapun.
Kita tidak pernah menyangka ada hari dimana restoran tutup, kantor tidak beroperasi, dan siswa tidak berangkat ke sekolah dalam jangka waktu yang sangat lama.
Hampir di setiap strategi bisnis, maupun proyeksi bisnis, tidak ada yang pernah menimbang hal yang demikian.
Begitupun dengan vaksinasi.
Vaksinasi dengan waktu riset yang terbilang cukup cepat juga merupakan keajaiban.
Lagi lagi diluar ekspektasi banyak orang.
Rumor yang berkata bahwa vaksin kemungkinan akan siap dalam beberapa tahun, namun kurang dari itu, hari ini, jutaan orang sudah divaksinasi.
Guru saya berkata :
“Satu satunya yang pasti dalam bisnis adalah ketidakpastian”
Resilience adalah salah satu mental yang sebaiknya (atau mungkin harus) dimiliki oleh para pebisnis.
Sebuah mental dan pola pikir untuk bisa segera bangkit dari keterpurukan bahkan melesat lebih tinggi dan lebih jauh.

Pivot mungkin bisa menjadi salah satu contoh yang baik untuk menyelamatkan bisnis, seperti yang banyak sudah dilakukan.
Seperti Airbnb yang menyasar kepada pekerja remote, seperti Zoom yang akhirnya mentarget perusahaan hybrid, dan mungkin Peloton yang berpikir ‘keluar’ dari rumah.
Bermanuver memang tidak mudah, namun paling tidak bisa menjadi jalan untuk mengembalikan arah, atau paling tidak menyelamatkan kita dari bencana di depan mata.
Semoga bermanfaat