TikTok Shop ditutup? Percuma.

Willy Pujo Hidayat
8 min readOct 26, 2023

Jadi, konon kabarnya, sejak kemunculan TikTok Shop ini, membuat pedagang konvensional menjadi sepi pelanggan.

Para pedagang berasumsi kalau para pelanggannya jadi ga mau ke toko karena sudah ada platform belanja online, kita fokus ke TikTok ya.

Sejak ada keranjang kuning, alias fitur TikTok Shop.. kabarnya toko baju konvensional sepi pengunjung.

Tapi .. ya .. disclaimer dulu, ini asumsi ya.. bukankah sudah mulai terjadi penurunan pengunjung bahkan sebelum adanya TikTok Shop?

Di awal tadi kita udah dengar beberapa cuplikan keterangan dari Tim Kompas TV yang mewawancara beberapa pedagang di tanah abang.

Itu video ada di YouTube, dipublish tahun 2019, 5 desember 2019 di Channel Kompas.

Dari cuplikan berita itu, kita denger keluhan beberapa pedagang yang memang merasakan terjadi penurunan penjualan selama beberapa tahun ke belakang.

Bahkan ada yang bilang turun sejak 3 tahun terakhir, sampai 60% kalau diakumulasi.

Kalau video ini di desember 2019, berarti dari 2017–18 sampe 19 itu trend-nya menurun.

OK, kita keep sampai di situ dulu, sekarang kita breakdown.

TikTok Breakdown

Fitur Shop dari TikTok Shop itu, berdasarkan info di Internet, baru diluncurkan sekitar tahun 2021.

2 tahun setelah para pedagang di tanah abang tersebut mengeluhkan penurunan omset, kalo merujuk ke kutipan wawancara tadi ya.

Jadi tahapannya pertama itu TikTok sebagai Content Sharing.

Memang seingat saya, TikTok itu tidak memposisikan dirinya sebagai sosial media, melainkan sebagai Content Distribution Network.

Mirip mirip dengan YouTube, jadi terbuka dan bisa saling subscribe atau follow tanpa harus temenan dulu.

Ya, kalau dari beberapa terms, yang dibilang media sosial itu kalau istilahnya temenan, add friend, setelah di-approve baru bisa saling terhubung, sedangkan TikTok itu enggak.

Baru setelah memposisikan dirinya sebagai Content Distribution Network, TikTok meluncurkan fitur TikTok shop di tahun 2021.

Belum serame saat ini, tapi sudah banyak yang mencoba dan Result-nya lumayan.

Kalau temen temen pendengar ini orang digital marketing, kita biasanya hapal nih, kalau emang platform baru itu algoritmanya dibikin gampang.

Jadi ngiklan dikit, tapi ROAS-nya besar.

Biasanya buat mancing banyak advertiser atau brand.

Kaya dulu Facebook ads waktu baru baru tahun 2016–2017, ah, enteng banget mungkin bahasanya.

Ngiklan ga ribet ribet banget, yang order atau ngontak kita ada aja.

Setelah rame baru mulai ada regulasi, baru peraturannya diperketat.

Baru mulai agak tricky dan strategis kalau mau beriklan, ga bisa ujug-ujug langsung naikin iklan gitu aja.

Nah balik lagi, setelah TikTok Shop rame, banyak orang bikin konten untuk promo tokonya di TikTok shop, TikTok meluncurkan yang namanya TikTok Affiliate.

Jadi TikTok Konten, TikTok Shop, TikTok affiliate.

TikTok Affiliate ini menarik banget, mendobrak konsep cuan bagi para influencer.

Ga perlu nunggu brand masuk, ga perlu nunggu endorse, influencer bisa dapet komisi dari jualan produk orang lain, namanya affiliate.

Jadi si influencer iini tinggal pilih produk mana yang dia mau, dia generate link affiliatenya, nanti begitu ada penjualan, dia bisa dapet komisi per transaksi.

Range-nya 5–10% komisi dari setiap transaksi, besaran persenannya yang menentukan itu si merchatnya.

Wah ini heboh banget TikTok Affiliate.

Baru setelah itu, fitur yang fenomenal, TikTok live Streaming Shopping.

Kalo di TikTok Shop itu bikin konten terus kasih link jualan, kalau Live Streaming, itu bisa jualan sambil live.

Nah, konon, TikTok Shop ini lah yang akhirnya ditutup karena digadang-gadang sebagai penyebab turunnya omset penjual konvensional di Tanah Abang.

Pertanyaannya, kan udah ditutup nih, tanah abang langsung rame ga?

Disrupsi Digitalisasi

Kalau tadi denger wawancara Kompas TV ke pedagang tanah abang tahun 2019, mereka sepertinya sadar kalau online marketplace atau pasar online itu sudah menjadi ancaman buat mereka.

beberapa penjual bahkan tidak ikut masuk jualan ke internet, karena apa? ribet.

Denger sendirikan tadi?

Ribet katanya.

Ini ribet itu karena harus belajar lagi, learning phase.

Nah saya penasaran, saya coba cari sebetulnya apa yang terjadi di internet tahun 2019 sampe para pedagang di tanah abang ini ngeluh.

Ternyata emang 2019 itu, peak point-nya atau masa kejayaan online marketplace.

Kita mulai dari Tokopedia :

  • Tokopedia bikin campaign yang namanya Tokopedia Big Sale, sebetulnya itu dimulai tahun 2014–2015, tapi tahun 2019 itu gila-gilaan.
  • Jadi kalau sebelum 2019 itu cuma sekali setahun yaitu tanggal 12 Desember, di 2019 ini di-breakdown menjadi beberapa hari : 9 September, 11 November, dan 12 Desember.
  • Jadi emang promonya gila gilaan banget.

Menurut laporan dari Tokopedia, omset Tokopedia Big Sale pada tahun 2019 mencapai Rp 11 triliun. Omset itu dari penjualan barang dan jasa dari jutaan penjual di Tokopedia.

  • Tokopedia Big Sale 9.9 Super Shopping Day tahun 2019 menghasilkan omset sebesar Rp 4,5 triliun.
  • Sedangkan Tokopedia Big Sale 11.11 Big Sale pada tahun 2019 menghasilkan omset sebesar Rp 6,5 triliun.

Gila ya, itu duit yang mungkin beberapa persennya ke tanah abang, eh muternya justru secara digital di internet.

Di tempat yang berbeda, Shopee juga melakukan hal yang sama.

Mengikuti jejak Tokopedia dalam hal memberikan promo di waktu 9.9 dan 11.11. Shopee 9.9 Super Shopping Day pertama kali diadakan pada tahun 2019, sedangkan Shopee 11.11 Big Sale pertama kali diadakan pada tahun 2017.

Jadi kalo Tokopedia namanya Tokopedia Big Sale, kalo Shopee namanya Super Shopping Day.

Yang spesial di 2019 ini ada beberapa hal menarik :

  • Cristiano Ronaldo sebagai brand ambassador. Shopee berhasil menggaet Cristiano Ronaldo sebagai brand ambassador pada tahun 2019. Gimana ga heboh ini netizen.
  • Promo yang menarik banget. Shopee menawarkan berbagai promo menarik, seperti diskon hingga 99%, cashback, dan gratis ongkir.
  • Acara TV yang meriah. Shopee menggelar acara TV yang meriah untuk memeriahkan Shopee Super Shopping Day. Acara ini dimeriahkan oleh berbagai artis ternama, seperti Syahrini, Ayu Ting Ting, dan NOAH.

Lebih gila ya dari Tokopedia?

Ada fakta menarik nih, ini dari Google seputar Shopee Super Shopping Day tahun 2019 :

  • Omset mencapai Rp 7,6 triliun. Shopee Super Shopping Day tahun 2019 berhasil menghasilkan omset sebesar Rp 7,6 triliun. Omset ini meningkat 100% dari tahun sebelumnya.
  • Pembelian mencapai 1,5 miliar. Shopee Super Shopping Day tahun 2019 mencatatkan pembelian sebanyak 1,5 miliar. Jumlah ini meningkat 50% dari tahun sebelumnya.
  • Pendaftaran seller baru mencapai 1 juta. Shopee Super Shopping Day tahun 2019 mendorong pendaftaran seller baru sebanyak 1 juta. Jumlah ini meningkat 20% dari tahun sebelumnya.

Gila kan?

Trilliunan di Tokopedia dan Shopee.

Belum dari Lazada.

Lazada juga membuat kampanye marketing besar-besaran pada tahun 2019, yaitu Lazada 9.9 Super Shopping Day dan Lazada 11.11 Big Sale.

Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang Lazada 9.9 Super Shopping Day dan Lazada 11.11 Big Sale tahun 2019:

  • Omset mencapai Rp 4,5 triliun. Lazada 9.9 Super Shopping Day dan Lazada 11.11 Big Sale tahun 2019 berhasil menghasilkan omset sebesar Rp 4,5 triliun. Omset ini meningkat 50% dari tahun sebelumnya.
  • Pembelian mencapai 1 miliar. Lazada 9.9 Super Shopping Day dan Lazada 11.11 Big Sale tahun 2019 mencatatkan pembelian sebanyak 1 miliar. Jumlah ini meningkat 20% dari tahun sebelumnya.
  • Pendaftaran seller baru mencapai 500 ribu. Lazada 9.9 Super Shopping Day dan Lazada 11.11 Big Sale tahun 2019 mendorong pendaftaran seller baru sebanyak 500 ribu. Jumlah ini meningkat 10% dari tahun sebelumnya.

Hasil dari bombardir promo tadi, Tanah Abang tahun 2019 mengalami penuruna penjualan :

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), omset Pasar Tanah Abang pada tahun 2019 mencapai Rp 19,5 triliun, turun 2,5% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 20 triliun.

Jadi dari trilliunan omset yang masuk ke 3 platform tadi, 500 miliarnya harusnya ke tanah abang.

Udah segila itu transaksi di internet tahun 2019, menurut saya agak kurang tepat kalau pedagang konvensional melakukan resitensi terhadap perubahan ini.

Justru jangan di lawan, tapi di ikutin ga sih?

Oh di internet jualan gede juga tuh, cuan tuh, ikutan ah.

Dan puncaknya ya tahun 2023 ini, lebih dari sekedar Marketplace, tapi super platform : ada kontennya, ada shopnya, ada affiliate-nya, ada live streamingnya, ya TikTok Shop.

Bahkan sampe ada isu Project S yang TikToknya sendiri jualan langsung.

Akhirnya ditutup lah itu TikTok Shop tanggal 4 Oktober kemarin.

Apakah langsung serta merta pindah ke tanah abang?

Ini berdasarkan pengalaman sih, social prime saya, mereka pindahnya ke Shopee.

😀

Jadi, ya, ga selesai.

Nutup TikTok Shop ga langsung serta merta menarik orang untuk balik lagi ke belanja konvensional.

Market sudah terlanjur seperti itu, jadinya ya hampir ga mungkin ujug-ujug balik.

Bahkan dirasa masih kurang, di Twitter ada konten seorang pedagang konvensional minta tutup aplikasi lain seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Facebook marketplace, dsb.

Kelewatan ya menurut saya.

Bersama podcast ini, saya menawarkan solusi untuk pedagang konvensional, ga cuma di tanah abang, dimanapun.

Hybrid.

Ada satu konten di TikTok yang viral banget, kalo ga salah sampe terakhir podcast ini dibuat, viewernya sudah sampai 7 jutaan.

Jadi ceritanya itu si pedagang ini bersyukur pemerintah sudah menutup online online (ya mungkin maksudnya TikTok Shop), “saatnya kita ramaikan lagi ini pasar tanah abang”.

Tapi dia buat konten itu di TikTok dan cukup aktif promosi di TikTok, jadi yang tadi itu sebetulnya cuma konten aja.

Seru banget, lucu kontennya.

Tapi ada satu hal yang bisa kita highlight dari toko dan konten itu, yaitu konsep, aktif di dua tempat : di Tanah Abang, dan konten di TikTok atau platform digital lainnya.

Ini yang bener !

Dari sudut pandang pedagang konvensional yang sudah belasan atau puluhan tahun jualan offline atau analog, harus belajar mengikuti kemajuan teknologi.

Pun dari teknologi atau platform juga harus (ya ga harus sih, tapi seyogyanya) fair.

Ya project S itu menurut saya agak sedikit, kurang fair sih ha ha ha

Ini masukan, Anda wajib punya satu platform atau wadah atau medium utama tempat Anda berjualan.

Misal toko offline, OK.

Selanjutnya sosial media atau konten creation itu, dijadikan sumber traffic, dijadikan sumber promosi untuk datang ke toko kita.

Atau misalkan punya website toko online, ya fokus ke sana, jadikan platform sosial media dan lainnya itu tempat memberitahu orang orang kalau ada toko online atau offline kita.

Kalau fundamentalnya begini, apapun nanti platform yang muncul di kemudian hari, Anda tahu harus bagaimana bersikap.

Ini ada info SHEIN juga kabarnya sudah masuk ke Asia Tenggara lewat Singapore.

SHEIN itu jualan barang dia sendiri, brand fashion, dengan harga 60% lebih murah dari ZARA di America.

Apa ga makin kacau balau pedagang kita kalau fundamental bisnisnya tidak digital oriented.

Jadi..

Poinnya gini, mau TikTok itu ditutup, Shopee ditutup, Lazada ditutup, dsb, kalau kita ga punya digital oriented dalam berbisnis, ya percuma aja.

Dan ya, hampir tidak mungkin kita mundur, kembali ke jaman dimana orang belanja itu harus ke toko offline.

Memang tidak sepenuhnya hilang, kadang kalau fashion ada yang seneng pegang bahannya dulu, ada yang dicoba-coba dulu, dsb.

Tapi kalau kita menyangkal perubahan, berat.

Tergilas kita oleh jaman.

Dari sisi platform dan regulator juga sudah bener, harus melindungi dan harus fair.

Konsumen mungkin pada dasarnya egois ya, selama itu murah dan bagus, ya dimanapun pasti disikat, ga peduli itu lokal atau impor.

Regulator dan platform lah yang mungkin punya wewenang seperti wasit dan pemain untuk menjaga tetap fair dan melindungi semua elemen.

Jadi, platform harus fair, pedagang konvensional harus mau bersakit-sakit belajar berinovasi, regulator harus melindungi semua elemen baik itu konsumen, penjual dan pemilik platform.

Itu aja mungkin episode kali ini.

Terima kasih sudah mendengarkan sampai sejauh ini, jangan lupa subscribe kalau teman teman menndengarkan ini dari Spotify dan Noice.

Karena apresiasi itu yang bikin kami semangat untuk tetap memberikan informasi seperti ini.

Jangan lupa share kalau dirasa episode ini bermanfaat.

Sampai jumpa di episode selanjutnya.

Terima kasih, wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh.

--

--

Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism