Quick Commerce : Sahabat Emak emak

Willy Pujo Hidayat
10 min readDec 11, 2023

Kali ini kita akan membahas tentang evolusi dari eCommerce setelah mungkin sekitar 20 tahun ada mengisi keseharian kita.

Tahap akhir dari evolusi ecommerce saat ini disebut dengan Quick Commerce atau Q-Commerce.

Sebuah model bisnis yang bisa mendatangkan pesanan kita dalam hitungan menit, lebih tepatnya kurang dari 1 jam bahkan kurang dari 30 menit.

Terdengar terlalu cepat ya?

Nanti sensasi “nunggu” nya hilang ? 😀

Nyatanya Quick commerce ini sangat membantu sekali khususnya untuk segmentasi pelanggan tertentu.

Kurang dari 30 menit

Mungkin saya coba cerita sedikit ya, pas momen ini, istri saya lagi hamil, dan namanya ibu hamil itu kan biasanya agak susah buat gerak.

Akhirnya, sebagai fans fanatik Indomaret, kita coba download klik Indomaret, selama ini cuma pake yang Point aja, ga pernah eksplor sampe ke Klik Indomaret.

Udah masukin alamat, titikin GPS, dan udah siap siap, jadi nanti kalau ada yang mau dibelanjain lagi dan saya lagi ga di rumah, pake ini aja.

Selang beberapa hari, saat saya lagi di kantor, istri saya tiba tiba wasap, dia bilang abis belanja di Astro, ga sampe setengah jam sampe.

Dengan nuance yang agak amaze, dia cerita itu ke saya sambil saya juga wondering, gila juga ya, ga sampe 30 menit sampe.

yang jadi pertanyaan saya adalah kok pakenya astro, kan kemarin udah disettingnya klik Indomaret.

Katanya dapet rekomendasi dari temen dan beberapa influencer di IG.

ha ha ha .. emak emak.

Saya emang expect ada yang namanya quick commerce yang cepet banget proses pengatarannya, tapi ga expect sampe kurang dari 30 menit.

Beberapa marketplace juga sebenarnya sudah melakukan implementasi strategi yang sama, tentang secepat mungkin barang terkirim ke pelanggan.

Kita lihat tokopedia ada Tokopedia Now, Blibli ada Blibli 2 jam sampai, dsb

Apalagi BLIBLI juga sekarang Ranch Market jadi bagian dari grup mereka.

Kalau berpikir mudahnya, ya semakin cepat item terkirim, semakin cepat diselesaikan, semakin cepat uang cair ke penjual yang tentunya akan dipotong biaya operasional platform.

Sebenernya apa bedanya Quick Commerce dengan ecommerce pada umumnya?

Nah kita coba breakdown satu satu ya, pertama dari apa itu quick commerce.

Ini kalau saya tanya ke Om Sam Altman 😀 , yang saat podcast ini direkam beliau sudah dipecat, dan akhirnya direkurt lagi dengan komposisi Board yang baru, jawabannya begini :

Quick Commerce (QC) adalah model bisnis dalam industri e-commerce yang menekankan pengiriman cepat dan efisien dari produk atau layanan kepada pelanggan. Konsep ini menciptakan pengalaman belanja yang sangat instan, dengan waktu pengiriman yang dapat mencapai hitungan menit setelah pelanggan melakukan pemesanan. Poin utama dari Quick Commerce adalah menghadirkan produk dengan sangat cepat, seringkali melibatkan pemesanan secara online atau melalui aplikasi mobile, dan pengiriman menggunakan jaringan pengantar atau kurir yang sangat efisien.

Jadi memang poin yang perlu di-highlight yaitu kecepatan dan efisiensi.

Ada 3 poin yang perlu diperhatikan dari model bisnis quick commerce ini :

yang pertama yaitu Jumlah Katalog Produk

Inget ya kata kuncinya itu EFISIEN, sehingga sebisa mungkin me-reduce item item yang tidak fast moving .

Jadi jumlah katalognya tidak sebanyak ecommerce atau online marketplace pada umumnya.

Jadi bener bener se-efisien mungkin, dan lebih sedikit barang mengendap.

Yang kedua yaitu Cloud Store :

Tadi yang pertama tadi katalog produknya yang efisien, yang kedua yaitu gudangnya, warehouse, atau tempat barang itu di-pool dan kemudian diambil sama kurir untuk dikirim ke pelanggan.

Nah, karena orientasinya cepet, jadi kayanya kalo gudangnya jauh, di Cikarang misalnya, ya kalo pesennya di tangerang ya bisa lama.

Karena itu, gudangnya disebar, scattered di beberapa titik yang kira kira banyak pelanggan atau at least potensial.

Konsep Cloud ini bagus banget, membuat bisnis lebih dekat dengan pelanggan.

Dulu ada Cloud Kitchen, pernah denger ga? diinisiasi oleh Grab, nah itu jadi pebisnis kuliner bisa buka cabang di Cloud Kitchen atau di tempat yang lebih dekat dengan pelanggan.

Jadi ga perlu “beneran” buka cabang di tempat yang dekat dengan pelanggan, tapi cukup pakai Cloud Kitchen.

Nah kalo Quick Commerce ini namanya Cloud Store, atau ada juga yang bilang ‘Dark Store’.

Penggunaan kata Dark ini kayanya kurang asik, tapi emang paling masuk sih.

Kalau saya punya istilah mungkin gudang “bayangan” ya dalam tanda kutip, karena dibilang gudang tapi ga gede gede banget, dibilang kecil, tapi ya gudang, ada skema katalognya, dsb.

Nah Cloud Store atau Dark Store ini yang jadi kunci kecepatan pengiriman, semakin dekat jaraknya, semakin cepat dan semakin efisien.

Dan poin terakhir, menurut saya adalah Data

Hampir tidak mungkin menjalankan operasional bisnis yang serba cepat ini tanpa data.

Dari katalog yang efisien dan pengiriman yang cepet banget, semua keputusan keputusan itu diambil dari data.

Platform akan mempelajari :

  • Area mana sih yang banyak belanja katalog tertentu.
  • Area mana yang banyak pemesanan tapi cloud store-nya belum masuk.
  • Produk mana yang biasa diketik atau dicari tapi ga pernah ada stok.
  • Produk mana yang paling laris dan harus di-maintain stoknya.
  • Kapan produk katalog A harus di restock.
  • dst

Jadi keputusan keputusan strategis gitu, apalagi terkait efisiensi seperti ini, data akan sangat membantu.

Bukan cuma membantu bahkan, tapi kunci sih menurut saya.

Nah jadi 3 poin tadi kata kunci dari Quick Commerce :

  • Efisiensi
  • Dark store
  • Data

Perkembangan Jaman = Perubahan Kebiasaan

Emang ga bisa dipungkiri ya, keberadaan Quick Commerce ini itu sebetulnya memang kebutuhan, bukan diada-adain sebenernya, tapi emang kebutuhan.

Kenapa hal ini menjadi kebutuhan, pada akhirnya?

Kita bisa jawab ini dari sudut pandang Market Shifting, memang kondisi pasarnya yang berubah seiring dengan perkembangan jaman.

Waktu awal awal ada eCommerce, kita bisa expect barang tidak sampe ke rumah.

Ya kan? 😀

Waktu jamannya transaksi belum se-secure atau seaman ini, masih rawan ketipu.

sampai akhirnya dibuatlah sistem yang bisa melacak pengiriman, rekening bersama, dsb.

Akhirnya kita expect barang dateng, walaupun selama beberapa hari atau minggu (apalagi teman teman yang ada di luar kota besar, biasanya sudah terbiasa pengiriman yang lama)

Akhirnya beberapa ekspedisi mulai mengembangkan skema pengiriman bertingkat, ada levelnya, cascade.

Dari yang sehari sampai (walaupun kadang tetap 2–3 hari 😀 ), sampai yang reguler, atau bahkan kargo yang 14 harian baru sampai.

Internet semakin tidak memadai, akhirnya mulai muncul jaringan 4G+, sampai sekarang ada 5G untuk mengakomodir kebutuhan kecepatan.

Jaringan bagus, smartphone mulai bagus, akhirnya muncul GOJEK dengan GOSEND-nya yang bisa kirim barang hanya beberapa jam saja dari titik A ke titik B.

Akhirnya ekspektasi kita terhadap pemenuhan kebutuhan itu semakin cepat, bahkan semakin singkat.

Ga lagi sekedar C2C seperti GOSEND, bahkan B2C seperti BLIBLI dan GOTO juga ikut cepet-cepetan kirim cepet sampe ke pelanggan.

Saya mau coba tarik ini ke belakang dan ke samping 😀

Ke belakang, kita merujuk ke “kiblat”nya eCommerce sedunia, yes Amazon.

Amazon itu, kalau temen temen perhatikan di laporan keuangannya dulu, masih Om Bezos yang mimpin, itu gila banget.

Amazon itu, ga sungkan, atau kaya “nekat” buka warehouse di lokasi yang strategis, dia tau itu lokasi sewa-nya mahal, tapi kalau dia buka warehouse di situ, pengiriman ke pelanggan area tertentu akan lebih cepat.

Akhirnya, dihajar juga itu, biar mahal.

Ada beberapa data yang saya dapet, dimana amazon itu buka warehouse atau gudang di tempat yang lumayan mahal, supaya lebih dekat dengan pelanggan, bahkan di komplek perumahan elit :

  • Tahun 2019 amazon beli tanah di Herndon, Virginia, senilai 1.1 Billion Dollar seluas 55-acre. atau kalau di rupiahkan menjadi 17 Trilliun untuk 22 hektar tanah. (22 hektar itu seluas ICE BSD kalau saya cek.)
  • Tahun 2021, ini yang termahal, yaitu di Round Rock, Texas, senilai 2.2 billion Dollar seluas 153 acre atau kalau dirupiahkan menjadi 34 trilliun untuk tanah seluas 61 hektar.

Jadi, dalam rangka menjangkau pelanggan, Amazon bukan lagi pake gudang bayangan atau Dark Store, tapi langsung Bright Store, ha ha ha 😀

Langsung bikin warehouse.

Apalagi ada Amazon prime kan, lebih cepet lagi pokoknya.

Nah itu kalau kita tarik ke belakang, Orientasi amazon udah sama, secepat mungkin sampai ke pelanggan.

Kalau dari samping, kita coba lihat siapa sih yang mulai istilah Quick Commerce ini.

Amazon sepengetahuan saya belum menyebut konsep Quick ini, untuk jualan produk grocery, yang fast moving, dsb.

Saya coba cek di Internet, ternyata pionir Quick Commerce itu dari perusahaan di Jerman namany Gorillas.

Gorillas ini konon yang mempopulerkan istilah Quick Commerce untuk produk sehari-hari atau Grocery, Gorillas bisa mengirimkan pesanan dalam 10 menit.

10 Menit bos !

Setara nonton One Piece sepertiga episode.

Jadi kalau saya lihat di websitenya, drivernya itu pake sepeda listrik, dan dia punya Dark Store juga, tapi istilahnya “Mini Fulfillment Center”, ya sama aja, cuma beda istilah aja.

Ini tersebar di beberapa titik, dan hasilnya adalah pengiriman dalam hitungan menit dengan rata rata 10 menit.

Dari sini akhirnya muncul beberapa perusahaan lain yang mengadaptasi konsep yang sama di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Quick Commerce di Indonesia

Istilah Quick Commerce di Indonesia ini belum terlalu booming sebelum adanya Astro yang viral di kalangan emak emak.

Sebelum itu yang kita kenal itu e-grocery, jadi istilah khusus untuk menyebutkan toko online yang mensupply kebutuhan sehari-hari.

Beberapa menurut saya terlalu niche bahkan, spesifik pada sayur dan buah.

Kalau yang pertama kali e-grocery itu sepertinya Happyfresh, ya lagi, niche banget di ceruk pasar sayur dan buah (ada daging juga ga ya?)

Sudut pandangnya bisa mendapatkan buah dan sayur atau bahan masakan yang segar dan langsung diantar ke rumah.

Apa yang ditawarkan Happyfresh itu ya masih diadaptasi sampai hari ini oleh beberapa Quick Commerce, bedanya dia pengirimannya masih dalam rentang 1–3 jam.

Kemiripan seperti lokasi gudang, nah kalo happyfresh ini dia konsepnya pakai Toko Mitra.

Asik juga sih, alih alih invest ke gudang, mending outsource aja dari beberapa toko yang jual produk yang sama.

Baru kemudian muncul Tanihub, Sayurbox, dsb

Fokusnya masih e-grocery, belum Quick.

yang mempopulerkan Quick itu baru Astro tahun 2021.

Astro muncul dengan menawarkan pengiriman bukan dalam hitungan jam, tapi menit.

Ya memang sudah ada GOMART atau GrabMart yang juga bisa kirim dalam hitungan menit juga, tapi ya itu bukan core bisnis, cuma layanan aja.

Eh tapi konsep marketing GoMart yang “dibelanjain emak emak” itu gila banget sih.

Temen temen bisa baca tulisan di blog saya tentang model bisnis egrocery yang ngebahas tentang campaign GOmart yang dibelanjain emak emak.

Ok lanjut.

Jadi Astro bisa dibilang pionir dari trend quick commerce ini.

Bedah Astro

Nah temen temen udah pada download Astro?

Coba deh download, nanti terasa banget bedanya dengan ecommerce marketplace seperti Shopee atau Tokopedia.

Dari tampilan bedanya adalah jumlah katalog produknya.

Dibilang sedikit enggak, dibilang banyak banget juga enggak.

Tampilannya simpel banget dan ya, ga kaya marketplace, produk katalognya tidak banyak karena memang concern-nya bukan sebanyak mungkin item, tapi lebih ke delivery-nya.

Inget ya 3 prinsip Quick Commerce di awal :

  • Efisiensi
  • Lokasi
  • Data

Waktu istri saya coba pesen itu dari pesanan diterima, sekitar 24 menit, jadi ada tulisannya “Selesai dalam 24 menit”.

Dan, ya, kita ga tau ini dikirim dari mana, tiba tiba ada abang drivernya nganter paket aja.

Namanya juga darkstore.

Kalo itung itungan cemen saya nih, yang matematikanya jeblug :

Kalau dia sampai dalam 24 menit, dengan kecepatan rata-rata (misal) 40 km per jam, berarti lokasi Cloud Store-nya sekitar 16 Km dari rumah saya.

Cukup terjangkau dan efisien juga ya.

Pertanyaan yang muncul dari sudut pandang bisnis adalah, seberapa efektif membuka gudang di lokasi tersebut? berapa besaran market yang dijangkau? scope-nya bagaimana?

Kan begitu ya?

Ibaratnya, Bank BCA, kayanya hampir semua orang tau kisah ini, bank BCA kalo mau buka cabang, itu risetnya lama.

Mungkin timnya bikin feasibility study-nya bisa berbulan bulan bahkan bertahun tahun mungkin, untuk riset, seberapa potensial sih kalau kita buka cabang di sini.

Nah konsep pengukuran feasability buat Dark Store atau Cloud store ini yang mungkin perlu banget untuk dipertanyakan.

Karena kan ga lucu kalau menjangkau radius tertentu dari titik gudang, dengan biaya investasi sekian, scopenya sekian.

Kalo ga ada returnya gimana itu? ya kan?

Nah, konsep ini yang akhirnya menimbulkan spekulasi kalau model bisnis Quick Commerce ini adalah model bisnis yang haus modal.

Terakhir saya baca, CMIIW, Astro tahun 2022 itu mendapatkan pendanaan total 1,3 Trilliun dari seri A dan seri B.

Sebagai pebisnis kita nanya, ini BEP-nya gimana?

Jadi, ya terlepas dari dampaknya yang sangat luar biasa mendobrak trend ecommerce, celah ini mungkin yang memunculkan skeptisicm dalam diri saya terhadap model bisnis ini.

Ada satu bisnis entity yang sangat bisa bersaing, dengan model bisnis yang lebih sehat dan kalau mereka serius, maka bisa banget menduplikasi dan bahkan menghantam Astro dengan mudahnya.

Klik Indomaret

Kalo temen temen perhatikan, di awal saya cerita tentang setup aplikasi Klik Indomaret, yang pada akhirnya justru istri saya malah belanja di Astro.

Akhirnya saya, atau kami, mencoba juga Klik Indomaret.

Karena baseline atau benchmark kita udah Astro yang sampainya hitungan menit, pas ada tulisan, kalau ga salah, “sampai pada waktu xx.xx” itu sekitar 1–2 jam, kita udah sempet underestimate.

“Yah, kalah sama Astro”

Setelah itu, dalam waktu sekitar kurang dari 30 menit juga, paket kita dateng.

Gila !

Pas ditanya dari Indomaret mana bang? abangnya jawab dari .. ada lah satu lokasi yang emang deket banget dari rumah kita.

“Kalo ga rame dan ada yang nganter bisa cepet bu, kalo rame ya nunggu ada yang kosong dulu”

Nah ini kelemahannya.

Apa yang small retail atau minimarket ini ga punya?

Cabangnya setiap gang juga kayanya ada.

tinggal distribusinya aja kan?

Per April 2023, Indomaret itu punya 21 ribu gerai.

21 ribu bos.

Indonesia aja cuma punya 8500 kelurahan, ini berarti satu kelurahan bisa ada 2–3 gerai.

Astro itu terakhir yang bisa saya dapet di Internet itu ada 50 gudang tersebar di Jabodetabek.

Menurut saya, yang justru bisa banget melakukan quick commerce ini adalah minimarket ini Indomaret atau Alfamart.

Lokasi lebih terjangkau, produk lebih banyak, tinggal keseriusan pengiriman dan pengembangan aplikasi aja.

Karena minimarket ini ya offline bisa banget, online apalagi gitu.

Distribusinya rata ke semua daerah, bahkan mungkin kalau ditarik radius sekian kilometer bisa ada yang beririsan atau intersection.

Kalo Astro bermitra dengan minimarket ini lebih gila lagi kayanya.

Bener bener bisa bubar ini warung ya.

Kesimpulan

Terlepas dari pembahasan terakhir tadi, emang Astro dengan Quick Commercenya ini disruptive sekali ya.

USP-nya bukan adu saling segar, tapi kecepatan, Quick.

Ga takut ngelawan Gomart, Grabmart, Tokopedia Now, BLIBLI, dsb.

Tapi ya, lagi, keraguan itu ada ya, saya secara pribadi khawatir sustainability model bisnis ini bagaimana kedepannya.

Alternatifnya ya bisa dengan memaksimalkan minimarket yang location based, dan well scattered

Bisa diakuisisi, merger, atau partnership.

Supaya Quick commerce ini bisa tetap mempertahankan dampak positifnya, namun juga tetap bisa profitable.

Penutup

Itu aja mungkin dari saya, semoga bermanfaat.

Jangan lupa share episode ini sekiranya bermanfaat, terima kasih untuk yang sudah subscribe di Spotify dan Noice.

Sampai jumpa di episode selanjutnya.

--

--

Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism