Menghitung Kapan Bisnis Balik Modal (dengan contoh kasus)

Willy Pujo Hidayat
5 min readFeb 10, 2024

Beberapa orang yang ingin membuka bisnis, biasanya obrolannya seputaran modal.

“Berapa modal buat buka kafe ya?”

Setelah itu mulai cari orang orang yang mau ikut urunan buka kafe, supaya modal yang keluar perorang tidak terlalu besar.

Obrolannya tidak jauh jauh dari modal, atau sumbangsih apa yang bisa Anda berikan untuk memulai bisnis ini.

Kata memulai saya bold untuk memberikan kesadaran, bahwa memang benar bisnis itu perlu dimulai.

Namun yang lebih penting dari itu, bisnis itu harus dihitung.

Menghitung Kapan Bisnis Balik Modal

Breakeven Point

Istilah keren dari balik modal adalah Titik Impas atau Breakeven Point (BEP).

Menurut beberapa sumber, definisi dari Breakeven point adalah keadaan dimana tingkat penjualan atau pendapatan yang diperoleh dari modal yang digunakan untuk menghasilkan laba berada dalam posisi yang sama.

Dengan kata lain, titik impas terjadi ketika total pendapatan dari penjualan sama persis dengan total biaya produksi.

Pada keadaan ini, perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Titik impas digunakan untuk merancang laba yang akan diperoleh oleh perusahaan.

Tidak untung dan tidak rugi, ini adalah titik awal dari keuntungan yang akan Anda cetak dari bisnis Anda.

Data Real vs Imaginer

“Things are created twice”

Begitu kurang lebih kutipan dari buku panutan saya, 7 Habits of Highly Effective People, karya Steven R. Covey.

Secara harfiah, artinya dari kalimat tersebut adalah “Sesuatu diciptakan 2 kali”.

Namun secara esensi, kalimat tersebut memiliki makna yang berarti sesuatu itu perlu dikonsep dengan matang.

“Penciptaan Pertama” yang dimaksud adalah secara konsep yang matang.

Kalau Anda ingin berbisnis, maka di atas kertas, bisnis Anda harus sudah untung terlebih dahulu.

“Tapi kan nanti di lapangan tidak begitu wil”

Benar, namun kalau di atas kertas saja atau secara konsep saja bisnis Anda tidak tau mau dapat untung dari mana, bagaimana Anda bisa menerapkannya di bisnis nyata?

Setelah matang pada “Penciptaan pertama” maka baru pada penciptaan selanjutnya-lah strategi tersebut diimplementasikan.

Kedua penciptaan tadi adalah berdasarkan data yang “Real” dan data yang “Imaginer”.

Data real adalah data yang Anda gunakan untuk item item yang nyata (tangible), seperti misalnya :

  • Biaya produksi
  • Biaya investasi
  • Biaya operasional

Data itu merupakan data yang angkanya riil, dengan estimasi meleset yang kecil dan bisa diprediksikan.

Sedangkan data data imaginer adalah data data yang sifatnya asumtif, data yang muncul berdasarkan dari pengalaman, dan trend yang terjadi di lapangan, misalnya :

  • Proyeksi omset setahun.
  • Potensi besaran “pasar”.
  • Estimasi pertumbuhan penjualan.
  • dsb

Semua data yang angkanya asumtif, dan ada kemungkinan bergeser dengan sangat tajam, dan kadang di luar dari apa yang diprediksikan.

Menghitung kapan bisnis balik modal, adalah gabungan antara kedua data tersebut, namun dengan sedikit imajinasi.

Rumus Balik Modal

Secara teori, menghitung kapan bisnis balik modal sepertinya tidak begitu sulit.

Semudah menghitung, besaran modal dan besaran pemasukan.

Kalau besaran pemasukan sama dengan besaran modal, maka bisnis sudah balik modal.

Kalau besaran pemasukan lebih banyak dari modal, maka bisnis bisa dipastikan untung.

Kalau besaran pemasukan lebih sedikit dari modal, maka bisnis bisa dipastikan rugi.

Anggaplah total modal dan operasional bisnis selama setahun membuka kafe adalah 100 juta, dan omset atau pemasukan Anda setahun 100 juta, maka Anda ada di titik impas :

Rp. 100 Juta (modal + operasional) — Rp. 100 Juta (omset) = Rp. 0

Rumus ini terlihat sederhana, namun menimbulkan pertanyaan :

  • Masa harus tunggu setahun dulu baru ketahuan?
  • Kalo hasil akhirnya Rp. 0, ngapain bisnis? ga nambah duitnya?
  • Ga bisa keliatan lebih awal estimasinya?

Kalau pertanyaannya, APAKAH bisnis saya balik modal?

Maka rumus tersebut bisa dengan mudah diterapkan, terlepas dari kompleksnya perhitungan modal dan operasional.

Kalau pertanyaannya : KAPAN?

Maka kita akan masukkan angka angka asumtif.

Kapan bisnis balik modal

Pertanyaan terkait penetapan waktu tertentu ini menarik, semi semi nerawang ke masa depan.

Ada beberapa parameter perhitungan yang sifatnya asumtif.

Asumtif di sini bisa datang dari ilmu kira kira dan pengalaman sebelumnya (empiris).

Ilmu kira kira ini bisa datang dari data kompetitor atau data yang betul betul sifatnya mengawang-awang.

Beberapa data seperti :

  • Asumsi rata-rata pembelian per bulan
  • Asumsi rata-rata pembelian per orang

Data-data tersebut, lagi, merupakan data yang asumtif atau berdasrkan ilmu kira kira atau ambil sampel dari data sebelumnya.

Kita mulai case pertama.

Contoh Kasus #1

Kafe sudah berjalan 3 bulan, dengan rata rata pemasukan per bulan yaitu Rp. 50 juta.

Biaya produksi (Cost of Good Sold) adalah 50% dari total omset per bulan.

Biaya sewa gedung sudah setahun, biaya modal investasi lainnya, total sekitar 300 juta.

Dengan data data tersebut, kita bisa menghitung estimasi, kapan kafe tersebut bisa balik modal.

Formula :

  • Total profit kotor = Rp. 50 juta — 50% = Rp. 25 juta / bulan.
  • Total modal keluar = Rp. 300 juta
  • Rp. 300 juta / 25 juta perbulan = 12 bulan.

Berarti, dengan asumsi gross profit Rp. 25 juta perbulan, maka estimasi bisnis kafe Anda akan balik modal dalam kurun waktu 12 bulan.

Angka tersebut bisa lebih cepat atau lebih lambat dari 12 bulan, misal :

  • Penambahan omset akibat acara Buka puasa bersama.
  • Penambahan omset akibat acara Nonton bareng / arisan.
  • Penurunan omset karena setelah lebaran (customer pada pulang kampung).
  • Penurunan omset karena Pandemi.
  • dsb

Banyak variabel yang tidak bisa kita kontrol sebagai pebisnis, bisa saja kita bisa balik modal lebih cepat dari perhitungan.

Kalau memang skemanya berlangsung demikian, maka pada bulan ke 13, Anda sudah mulai mencetak keuntungan.

Contoh kasus #2

Kafe Anda sudah berjalan 3 bulan, dengan rata-rata penjualan setiap bulan Rp. 50 juta dari 200 orang yang datang.

Biaya produksi 50% dari omset, dan total sewa gedung dan investasi lainnya Rp. 300 juta.

— -

Selengkapnya bisa Anda baca di sini.

--

--

Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism