Live TikTok Miliaran, Settingan?

Willy Pujo Hidayat
6 min readSep 28, 2023

--

Belakangan ini lagi seru banget tentang jualan lewat live TikTok yang bisa mendapatkan 40 M sehari.

Temen temen bayangin deh, 40M sehari !

Di beberapa perusahaan, itu kayanya target omset setahun ya.

Eh di Live TikTok malah cuma sehari.

Gila banget ya?!

Gimana? kepikiran buat pindah aja jualannya di TIkTok? ha ha ha

Ya tergantung produknya ya, kalau memang produk impulsif mungkin aja bisa, kalau produk B2B gitu ya ga bisa.

Kalau kita cek, yang dapet 34M sehari itu adalah seorang dokter dan influencer, dr. Richard Lee, beliau live TikTok 24 jam, dapet omset 40 M.

Kalau tidak salah, beliau menjual produk kecantikan dengan range produk yang lumayan lebar.

Artinya ada yang cukup mahal, ada yang biasa aja.

Kalau saya dapet infonya, itu ada paket yang harganya bisa 10 jutaan.

Yang ikut hype akhirnya banyak banget sampe ada Rafi Ahmad yang live di TikTok promosiin Erigo cuma 10 menit, dapet 5 Milyar.

Lebih gila lagi ya?

Awalnya mungkin kita berpikir, wah seru juga ya jualan di TikTok.

Tapi lama lama angkanya terlihat kurang bisa diterima nalar kita.

Too good to be true.

Apa iya masa sekali live bisa dapet milyaran.

Itu transaksi beneran atau “settingan” ?

Nah ini yang mau kita bedah.

GMV

Kalau temen temen lihat video live-nya, itu ada layar di belakang mereka yang memunculkan angka penjualan.

Jadi Hostnya jualan dan mengarahkan untuk checkout, kemudian di belakang ada layar yang menunjukkan angka penjualan selama live berlangsung.

Angka di layar yang ada di belakang host itu kemungkinan besar data yang realtime yang diambil dari aktifitas tertentu di akun TikTok tersebut.

Angka ini yang mencuri perhatian karena nilainya selalu naik dan untuk volume transaksi sebesar 40M, tentu kenaikannya signifikan sekali ya.

Pertanyaannya mulai muncul, apakah memang itu angka yang real ?

Beneran ada itu duitnya segitu?

Ternyata, angka yang muncul di layar belakang host itu yaitu angka GMV.

Apa itu GMV?

GMV itu Gross Merchant Value, atau bahasa Indonesianya kurang lebih Nilai Transaksi Kotor.

Ya berarti beneran apa enggak itu nilainya?

Begini ..

di eCommerce, ada beberapa istilah transaksi yang temen temen perlu tahu, contoh :

  • GMV : Gross Merchandise Value
  • Atau ada juga yang mengartikan sebagai Gross Merchandise Volume : parameter ini menggambarkan aktifitas transaksi yang ada di salah satu platform.
  • Nah, kalau saya coba ngobrol sama abang ChatGPT, GMV itu fokusnya adalah transaksinya, seberapa besar transaksinya tanpa mempertimbangkan pesanan tersebut sudah dibayar atau belum.
  • Parameter GMV ini pernah digeser oleh Bukalapak dengan TPV yang menurut mereka lebih representatif menggambarkan situasi bisnis mereka.
  • Karena kalau kita merujuk ke beberapa referensi, GMV ini masih ada peluang untuk pembatalan, atau malah seperti yang disampaikan oleh ChatGPT tadi, bahkan pembayaran belum diverifikasi-pun sudah dihitung sebagai GMV.
  • Ada juga yang namanya TPV : Total Processing Value
  • Kalau ini transaksi yang lunas, sampai selesai, sampai end user : jadi customer beli, udah bayar, diverifikasi oleh platform, dan barang diterima dengan baik, dan diselesaikan pesanannya.
  • Data ini yang cukup banyak dipakai oleh beberapa perusahaan eCommerce yang sudah melantai di BEI, karena memang menggambarkan kondisi bisnis yang sebenarnya.

Pada GMV, masih ada kemungkinan pelanggan itu melakukan pembatalan, karena dihitungnya hanya sampai melakukan pembayaran, atau yang sudah melakukan persiapan pembayaran, namun belum terverifikasi oleh platform.

Apalagi yang mungkin menggunakan metode pembayaran COD, tanpa bisa divalidasi oleh platform pada saat itu, bisa saja metode pembayaran tersebut sudah dihitung sebagai GMV.

Walau setelahnya ada retur atau kendala di lapangan oleh kurir, tetap sudah dihitung sebagai volume transaksi GMV oleh platfrom tanpa mempertimbangkan teknis lapangan.

Ya, lagi, karena yang dihitung itu GMV.

Jadi gimana? apakah berarti 40 M itu beneran segitu atau cuma “gimmick” aja?

Sekilas tentang TikTok Live Shopping

Sebelum kita bahas ini lebih lanjut, kita coba mundur sedikit ke TikTok LIve Shopping.

TikTok Live Shopping ini adalah fitur yang dikembangkan oleh TikTok yang memungkinkan para influencer atau pemilik toko untuk menampilkan produk mereka secara live di platform tersebut.

Lebih dari sekedar chatting di kolom diskusi produk sebagai mana yang sudah selama ini kita lakukan di Marketplace, TikTok live shopping ini memungkinkan para calon pembeli untuk bertanya melalui kolom komentar secara langsung saat live.

Dan para penjual atau host yang sedang live tersebut bisa langsung menjawab pertanyaan mereka dengan langsung menunjukkan produk yang ditanyakan.

Malah kadang bukan cuma menampilkan katalog jualan, tapi juga menampilkan proses pembuatan pesanan, misal lagi buat sambel sambil sekalian ngulek, ada yang buat makanan sambil sekalian masak, dan banyak lagi kreatifitas lainnya.

Live Shopping ini sampai di-notice oleh Andresen Horowitz karena memang saking populernya, dan dia menyebut fenomena ini sebagai Shopatainment.

Jualan yang dikemas dengan kemasan yang menyenangkan (atau entertaining) yang menghibur dan sangat mungkin untuk mendorong orang membeli secara online melalui platform.

Sebetulnya bukan hanya menghibur sih, satu yang bisa saya highlight dari model live shopping ini adalah presence, atau kehadiran si penjual dan produk yang dijualnya.

Si Calon pembeli tidak perlu susah susah melhat foto dari pembeli lain untuk mengetahui bentuk asli dari produk yang akan dia beli, Host-nya langsung membawa item yang Anda inginkan ke depan kamera dan langsung menjelaskannya ke Anda.

Gila ya?

Kalau temen temen mau dengerin lebih dalam tentang Live Streaming Shopping ini, temen temen bisa mampir ke episode 20 yang dalem banget kita bahas tentang Live Streaming Shopping.

Ok balik lagi.

Yang menarik dari TikTok Live Shopping ini adalah, TikTok ini dasarnya dia sosial media, sebagai platform berbagi konten (Content Shared), nah saat semua orang sudah ngumpul, dia jualan.

Momen “bisa-jualan-di-Tiktok” ini ya bisa dibilang, disambut sangat baik bagi para influencer dan brand.

Terlebih karena algoritmanya yang tidak mengkhususkan akun untuk terkenal terlebih dahulu, kesempatan dapet cuan tambahan buat influencer ini ya semakin menarik.

Bagi influencer, mereka udah ga perlu nunggu brand masuk, tinggal jualan aja produk tertentu menggunakan TikTok Affiliate.

Kemudian buat brand juga sama, dia ga perlu endorse ke artis dengan rate card yang mahal, tinggal nongol aja live di TikTok, langsung rame.

Beda juga dengan Marketplace yang buat sosial media, misalnya Shopee dan Tokopedia.

Mereka memang dasarnya marketplace, kemudian buat fitur feed dan live streaming.

Live-streaming shopping ini emang udah merubah segalanya sih, termasuk cara kita belanja online.

Udah ga perlu lagi lewat marketplace, cukup lewat satu platform, yang notabene aplikasi sosial media, bisa langsung checkout.

Jadi kayanya wajar kalau influencer bisa dapet miliaran sekali live dengan menghitung GMV transaksi.

GMV sebagai Valuasi

Parameter GMV ini menarik sebetulnya untuk digunakan.

Dari beberapa referensi yang bisa kita temukan, GMV ini, seperti yang udah disampaikan sebelumnya, tidak direkomendasikan untuk dijadikan kondisi bisnis yang sebenarnya.

Di Startup, GMV ini bisa dipakai untuk menghitung rasio valuasi, jadi valuasi startup ini berapa kali dari GMV-nya.

Ada yang 3 kali, belasan sampai puluhan kali dari GMV-nya.

Nah, perlu diketahui juga, kalau GMV ini bisa dibilang sedikit sekali beririsan dengan keuntungan.

GMV yang besar bukan artinya revenue, atau bahkan profit juga besar.

Kasarnya gini, GMV bisa aja besar, tapi revenue-nya cuma 5%, belum dipotong operasional.

Bukalapak juga dalam beberapa pernyataan di Internet menggeser GMV sebagai parameternya, dan menggantinya dengan TPV yang menurut mereka lebih representatif.

Secara pribadi, mungkin bisa kita kategorikan GMV ini sebagai vanity metrics atau parameter yang “cantik” dilihat namun belum tentu menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Kalau di digital marketing, mungkin vanity metrics itu mungkin jumlah like pada postingan iklan berbayar.

Dilihatnya mungkin cantik, tapi bisa aja ga ada konversi.

Atau jumlah leads yang banyak, eh rasio konversinya jelek atau kurang bagus, berarti jumlah leads banyak itu cuma vanity metrics aja, cuma buat keren-kerenan aja.

Lebih dari itu, bahkan Vanity Metrics bisa menjadi penyebab misleading.

Karena mengacu ke vanity metric bisa jadi perusahaan makin rugi karena parameternya tidak menggambarkan kondisi bisnis yang sebenarnya, seperti misalnya kesehatan margin, begitu.

Jadi ..

Apakah 30M dari Live Shopping TikTok itu adalah settingan?

Tentu bukan.

Jawabannya ya memang betul ada audience yang melakukan checkout dan initiate payment sampai sebesar itu.

Menimbang nilai produk yang dijual cukup tinggi, kemudian dr. Richard Lee-nya yang juga dikenal sebagai dokter yang kapabel membahas produk yang dia jual, angka tersebut sepertinya memang pantas untuk didapatkan oleh beliau.

Begitu juga para influencer lain termasuk rafi ahmad yang hanya dalam beberapa menit saja, omset Erigo di live TikTok bisa mencapai miliaran, dsb.

Pertayaannya gini :

“Kalau kita, influencer biasa, atau UMKM brand biasa, bisa begitu juga ga wil?”

Ya, ga ada yang ga mungkin sih, tapi perlu strategi, ga bisa ujug-ujug Anda yang datang dari antah berantah, live TikTok jualan, dan berharap dapat 30 M dalam 24 jam.

ga ya, kemungkinan besar ga bisa, perlu strategi.

“Katanya influencernya dikasih insentif sama platform wil?”

Mungkin iya, mungkin juga tidak.

Tapi ya, lagi, kalau mau merubah behaviour itu, sebagai platform, perlu pertaruhan besar, big bet.

Kalau memang ada opini pemberian insentif ke penjual untuk mendorong pembelian dengan harga murah, ya mungkin tidak bisa begitu saja disalahkan.

Namun juga tidak bisa serta merta dibenarkan, karena memang mungkin tidak ada bukti yang kongkrit.

Kalau saya secara pribadi berasumsi kalau apa yang dilakukan oleh TikTok dan Influencer ini melakukan livestreaming dengan omset sampai miliaran adalah sebagai bait, yang bisa menarik penjual lain untuk juga jualan di TikTok.

Ok, uuhh menarik ya, penuh konspirasi ha ha ha

Mungkin itu aja episode kali ini, terima kasih untuk teman teman yang sudah mendengarkan podcast ini.

--

--

Willy Pujo Hidayat
Willy Pujo Hidayat

Written by Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism

No responses yet