Jadi ini jalan sunyi pebisnis?

Willy Pujo Hidayat
3 min readMar 31, 2024

--

Wajahnya memerah, mulai terdiam, dan hanya melihat kita sesekali.

Sayangnya tidak semua orang bisa menangkap sinyal tersebut.

Mereka masih dengan beberapa tuntutannya terkait hal hal yang mereka ingin perusahaan lakukan untuknya.

Beberapa waktu lalu kami baru saja ngobrol terkait efisiensi dan pengoptimalisasian sumber daya yang ada.

Ya, dia menjadikan saya lebih dari sekedar karyawan, dan memasukkan saya ke dalam kapal yang sama dengannya saat ini.

Mungki karena hal tersebut, dan pernah tau mengelola keuangan bisnis yang memusingkan kepala pada saat pandemi, membuat saya memiliki empati.

Wajah merah dan diamnya adalah caranya bertahan menghadapi situasi tersebut.

Sebuah situasi dilematis yang sangat sulit dilalui.

Bukan hanya sulit dilalui, namun tidak semua orang mengerti.

Rasa ini

“Cost ini cukup tinggi willy, memakan sampai 7–8% dari revenue, ini jangan sampai sia sia, tolong dimaksimalkan lagi”

Katanya pada diskusi kami beberapa hari sebelumnya.

“Baik pak, sebelumnya saya ingin meminta pendapat bapak terkait penambahan anggota tim untuk Customer Success?! what do you have in mind?”

Sempat ragu saya bertanya, namun keris sudah terlanjur keluar dari sarungnya, kenapa tidak saya hunuskan sekalian.

“It’s ok, as long as you can generate more sales, look, you have to maintain gross margin, state that!”

Katanya seolah mengamini walaupun dengan catatan.

“Ini bisa kita perlebar dengan mengurangi 7–8% ini aja kan? tapi kita tidak memilih opsi ini, kita memilih opsi lain, Willy”

Katanya memperdalam hunusan saya sebelumnya.

“Oh jadi ini yang dilakukan oleh banyak perusahaan startup belakangan ini pak?”

Sebuah cahaya dari langit seperti datang menyinari kepala saya yang gelap ini.

“Ya, saya rasa kamu lebih tau dari saya”

Katanya sebelum akhirnya obrolan kami akhiri di meja bundar putih dekat lobby karena ruang meeting sedang dipakai untuk beberapa pertemuan.

Memilih untuk tidak menggunakan opsi tersebut untuk bertahan adalah sebuah kebijaksanaan yang mungkin tidak semua orang memahami kondisinya.

Saat wajahnya memerah, saya paham artinya.

Namun frekuensi ini seperti tidak terpancar dengan baik, sehingga semua orang tidak bisa menangkapnya dengan seksama.

Lebih dari itu, bahkan terjadi kesalahan interpretasi sinyal yang berbahaya.

Saya menangkap sinyal itu dengan baik, sangat sempurna.

Bingung dengan apa yang terjadi, saya memahami rasa ini.

Seperti hanya saya yang mengamini rasa yang dia ejawantahkan petang itu.

Ramainya Sunyi

Kebanyakan dari kami adalah seorang komedian jalanan yang sanggup membuat semua orang di dalam tongkrongan tertawa.

Lebih dari itu, bahkan semuanya saling menanggapi dan menambahkan candaan yang sangat utopis tersebut.

Saya cukup terhibur mendengar celetukan mereka seputar kisah hidup yang dicocokkan dengan kondisi trend saat ini yang mereka alami.

Di balik hingar bingar tersebut, saya merasa masih ada pintu yang belum terbuka di hati.

Ada rasa yang tidak terungkap di pikiran dan hati ini.

Kekhawatiran ini sungguh sangat dalam saya rasakan, dana lagi, saya merasa tidak ada kawan untuk diajak berdiskusi.

Karena kita berada di kapal yang berbeda.

Satu satunya orang yang paham adalah orang di kapal yang sama.

Mengalami gelombang yang sama, dan tau seberapa jauh kapal ini bisa berjalan.

Saya seperti terbiasa menzalimi pikiran sendiri yang dibebani dengan sesuatu yang tidak bisa terungkap.

Sunyi ini terasa berisik walaupun di tengah keramaian.

Kesedihan yang menyepikan

“Pak ini seriusan kita ga dapet bonus?”

— -

Selengkapnya di sini.

--

--

Willy Pujo Hidayat
Willy Pujo Hidayat

Written by Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism