Angan dari Kematian

Willy Pujo Hidayat
2 min readMar 10, 2022

--

Peluh berurai di pundakku sembari aku terbangun dari tidurku malam itu.

Aku membiarkan air mataku mengalir membasahi pipiku.

Aku tak membendungnya.

Seolah habis nafasku sampai aku harus terisak untuk bisa kembali menghelanya.

Dadaku sesak mengingat imaji sesaat.

Berada di sebuah tempat sempit yang sama sekali tidak membiarkanku bergerak.

Tak bergeming setiap sisi dinding tempatku terbaring memberontak.

Rapat.

Dimasukkannya rasa takut ke dalam hatiku yang lemah dan ambisiku yang keras.

Sangat berbekas.

Payah Aku beranjak menyusuri tempat tidur dan meninggalkannya.

Mencari jawaban dari segala dahaga.

Sambil merenung aku bertanya kenapa.

Namun sayangnya tak pernah ada balasnya.

Sampai perlahan aku menyadari hidup ini sebuah algoritma.

Tentang umurku yang tinggal beberapa dekade mengisi sisanya.

Sejenak aku melihat ke belakang dan menyadari kalau kesia-siaan yang aku lalui selama ini.

Dan Aku akan mati.

Berjumpa kepada Dia yang Maha Menepati janji.

Janji akan harumya surga dan jilatan api neraka yang tak kan memberimu waktu meratap.

Saat kenapa ku, di mana ku, dan bagaimana ku terjawab.

Surga-Mu terlalu indah untuk diisi seorang pendosa ini.

Seorang yang pernah menunggu jawab-Mu namun tak pernah sabar menanti.

Namun neraka-Mu membuatku berpikir lebih baik mati kedua kali.

Apa daya ku?

Aku bukan bagian dari-Nya yang terkasihi.

Hanya berharap agar dosaku terampuni.

Bayangan kematian itu menuntunku menjalani sisa hidup ini.

Satu itu adalah peluang, namun tiga adalah kepastian.

Sebuah angan yang timbul dari kematian.

--

--

Willy Pujo Hidayat

Certified Digital Marketing | Writing & Podcast | eCommerce Enthusiast | Rebahanism